Total Tayangan Halaman

Kamis, 27 Maret 2014

bagaimana cara menjalankan bisnis oriflame

ada dua cara untuk  menjalankan bisnis oriflame pertama dengan menjual produknya dan yang kedua dengan mengajak teman atau saudara untuk sama-sama menjalankan bisnis oriflame.bagaimana caranya?

cara pertama Tunjukan Katalog
Dapatkan order dengan cara menunjukan katalog pada orang yang berada disekitar lingkungan anda. Anda akan menikmati keuntungan langsung 30% dari harga dari Harga Katalog. Setiap pembayaran yang Anda lakukan memiliki nilai point tertentu. pastikan memenuhi point 100 BP ya...

 Gunakan Produk Oriflame 100 %
Bila Anda tidak suka kegiatan menjual, hal ini bukanlah masalah besar, karena di bisnis ini anda tidak di haruskan menjual. Gunakan saja produknya, anda tetap bisa menikmati bonus dari bisnis ini setiap bulan.
Kebutuhan minimum point yang harus dipenuhi ( 100 BP setiap bulan ) bisa di gantikan dengan membeli produk untuk kebutuhan pribadi ataupun keluarga. Sekarang saatnya buat daftar belanja produk Oriflame untuk kebutuhan pribadi Anda dan keluarga. Mulai dari parfume, sabun mandi, shampoo, pasta     gigi, hand body, bedak, lipstick dan lainnya yang biasa Anda gunakan. Buatlah daftar belanja Anda sekarang!, alihkan merk lain yang biasa anda pakai ke produk Oriflame, pastinya order point Anda bisa menjadi lebih dari 100 BP.


 cara kedua Ajak Teman (recruit)
Dengan mengajak Teman untuk ambil bagian yang sama dalam bisnis ini Anda akan dengan mudah mencapai jenjang karir yang ada di bisnis oriflame, tugas Anda adalah mengajari Teman Anda bagaimana menjual dan mencapai Target Order 100 BP dalam satu periode Katalog.

Bagaimana? mudahkan...jangan berpikir sulit sebelum kita coba...oke semoga anda tidak ragu untuk join bersama oriflame by dbcn...salam sukses 

untuk yang berminat untuk join add pin 75a238e6

Sabtu, 02 Februari 2013

Makanan Pendamping ASI (MPASI)

Yuk, perkenalkan MPASI pada bayi kita
Sssst….. ga sabar kan kasih makan bayi kita, apalagi liat mulutnya bereaksi terhadap makanan kita?? Huhu….tunggu  sampai bayi kita 6 bulan (ga boleh kurang yaa!!).
Kenapa??
Berdasarkan penelitian, di usia 6 bulan, sistem pencernaan dan sistem kekebalan tubuh anak relatif sudah sempurna dan siap untuk menerima makanan padat. Enzim-enzim pencernaan sudah mulai tersedia untuk mulai mencerna makanan padat. Selain itu, untuk menghindari bayi dari resiko terkena alergi makanan.
Di 6 (enam) bulan pertama, bayi mempelajari cara untuk menyusu pada ibunya atau menghisap dari botol susu. Saat memasuki usia 6 bulan, bayi akan mempelajari keahlian baru, mulai dari belajar mendorong makanan di rongga mulut dengan lidahnya hinga masuk ke bagian belakan mulut lalu menelan. Momen tersebut merupakan pengalaman yang sangat baru dan luar biasa bagi si kecil.
Hmmm… kalau lebih dari 6 bulan??
Sebaiknya jangan juga. Jika pengenalan makanan padat terlambat (usia >6 bulan), maka beberapa bayi seringkali kesulitan untuk belajar menelan dan mengunyah makanannya.
Makanan pertama terbaik untuk bayi
Makanan padat pertama yang diberikan kepada bayi haruslah mudah dicerna, dan bukan makanan yang mempunyai resiko alergi yang tinggi.
Seabaiknya tidak menambahkan gula atau garam pada makanan bayi! Biarkan rasanya hambar, dan bayi akan merasakan rasa asli dari makanan tersebut. Garam dapat mengancam ginjal bayi. Sedangkan gula akan membuat bayi menyukai makanan manis & merusak giginya.
Pada awal pertama pemberian bayi berikan bubur beras dengan 1 macam sayuran atau 1 macam buah. Kenalkan satu persatu jangan dicampur, biarkan bayi mengenal rasa terlebih dahulu.
Sayuran Pertama: wortel, kentang, lobak, labu parang, ubi merah, segala macam ubi-ubian, kacang polong, brokoli, kembang kol.
Buah-buahan pertama: apel, pear, pisang, pepaya, alpukat.
Tepung beras: campurkan tepung beras dengan air/kaldu/ASI/susu formula. Tepung beras sangat mudah dicerna dan rasa susu merupakan rasa transisi dari ASI/SUFOR.
Daging: daging giling yang dimasak matang dapat diperkenalkan sebagai MPASI pertama bayi, meski demikian secara umum kebutuhan protein sudah dapat terpenuhi dari ASI nya.
Makanan yang perlu dihindari di awal pemberian MPASI: dairy product  (yogurt, keju, dsb), telur, gandum, barley, oat, madu, kerang, ikan, kacang-kacangan (almond, kacang tanah,dsb), daging/ikan asap, buah beraoma tajam (strawberry, lemon).
Nah, kapan sih waktunya kasi makan bayi kita??
Ehmm… pilih aja waktu yang nyaman untuk bayi dan ibunya. Jika memungkinkan, berikan MPASI pada waktu yang sama setiap harinya. Tujuannya agar terbentuk suatu pola/kebiasaan. Bagusnya siih mengikuti jadwal makan pada umumnya, pagi-siang-malam (sore).
Di awal pemberian ASI, hanya diperlukan sedikit saja makanan padat, misal 2-3 sendok kecil penuh. Dimulai dari 1 kali/hari (misal pada saat makan siang), kemudian dapat ditingkatkan menjadi 3 (tiga) kali sehari.
Terkadang diperlukan pemberian sedikit ASI/SUFOR sebelum memberikan MPASI; sehingga bayi tidak terlalu kelaparan yang akan membuatnya marah/frustasi.
Yang perlu dingat:
1.    ukur suhu makanan sebelum diberikan pada bayi
2.    dudukan bayi di pangkuan atau kursi bayi (jangan dibiasakan sambil di gendong ya, apalagi sambil diajak keliling2 keluar rumah, waahhh….jangan deh, tidak higienis!)
3.    ajaklah bicara pada saat diberi makan (ini berlaku buat anak-ku, kalau dikasi makan sambil kitanya ‘ngoceh’ biasanya makannya jadi banyak, hehe.)
4.    senyum & eksperikan senangkan makan! (jangan menjadikan makan sebagai ‘kewajiban’ atau ‘paksaan’, dilarang keras memaksa bayi makan!)
Kalau bayi kita menolak MPASI??
Bukan suatu masalah besar jika bayi menolak suapan anda, cobalah berikan MPASI beberapa hari kemudian. Atau siapakan makanan saring (puree) yang lebih encer sehingga memudahkan bayi untuk menelan.
Jika bayi hanya sedikit makan MPASI, janganlah memaksanya, buatlah kegiatan makan menjadi acara yang menyenangkan.
Jaga kebersihan MPASI & peralatannya
Ibu harus menjaga benar kebersihan dalam menyiapkan MPASI & tempat penyimpanannya, karena bayi sangat mudah keracunan makanan. Mangkuk & sendok makan bayi harus disterilisasi sampai bayi berusia 9 bulan. Akan tetapi saat bayi sudah belajar merangkak dan memasukkan benda ke dalam mulutnya, proses sterilisasi botol susu & peralatan makan sudah tidak terlalu penting.
Saya sangat tidak setuju, hanya dengan alasan bayi mau makan…maka si bayi digendong dan di ajak keluar rumah sambil memberinya makan. Bisa dibayangkan, berapa banyak debu berterbangan & bakteri yang akan masuk ke tubuh bayi kita?? Kalau sudah begitu, proses sterilisasi perlatan makan menjadi percuma. Lagi pula, ada baiknya membiasakan makan pada tempatnya & tidak berjalan-jalan.
Cara memasak MPASI
1.    Rebus: gunakanlah sedikit air saat merebus. Hati-hati jangan sampai merebus sayur atau buah terlalu lama (over cook). Tambahkan ASI/susu secukupnya di akhir (jangan ikut di panaskan.
Untuk membuat puree encerkan ladi dengan ASI/Susu/air matang secukupnya
2.    Kukus: Cara ini sangat ideal untuk menjaga rasa & vitamin dalam sayuran/buah.
Baik, bu… Selamat mencoba!! Sukses ya dengan MPASI nya ^_^ (sumber:bayibalita.com)

Rabu, 30 Januari 2013

Tantangan ASI Eksklusif


Secara alami setiap ibu di anugerahi kemampuan untuk menyusui , selama kehamilan tubuh mulai menyiapkan produksi ASI yang nantinya dipergunakan ibu untuk menyusui bayinya. Walau terkadang ada beberapa ibu yang menolak menyusui dengan alasan-alasannya sendiri. Namun bila sejak awal ibu sudah mempersiapkan diri untuk memberikan ASI kepada bayinya maka niat tersebut akan sangat membantu dalam menyusui. Sebagai ibu yang baru pertama kali menyusui saya punya banyak pengalaman dan tantangan ketika berusaha memberikan asi secara eksklusif  diantaranya yaitu lingkungan, terutama anggota keluarga dalam hal ini antara orang tua bayi dan nenek.Perbedaan pengalaman dan cara berpikir bisa menjadi hambatan dalam memberikan ASI ekslusif  contohnya budaya orang tua memberikan makanan kepada bayi selain ASI di usia 0 bulan.orang tua menganggap jika bayi yang sering menangis berarti lapar dan perlu diberikan makanan tambahan selain ASI padahal selama enam bulan pertama bayi tidak perlu mendapatkan makanan dan minuman apa pun selain ASI. Dalam berbagai penelitian menunjukkan bahwa ternyata ASI sudah bisa mengenyangkan dan memenuhi nutrisi bayi. Kedua  ASI tidak keluar atau hanya sedikit yang keluar ,Ibu paska bersalin biasanya hanya mengeluarkan kolostrum (cairan bening kekuningan) dan sebagian kecil produksi air susu. Namun jumlahnya sedikit sekali, sehingga muncul rasa kecewa karena anggapan ASInya tidak keluar, tidak lancar, dan hanya sedikit keluarnya. Sebagai tambahan informasi, lambung bayi baru lahir berukuran kira-kira 5-7 milimeter, kira-kira hanya sebesar butiran kelereng. Untuk memenuhi lambung tersebut hanya dibutuhkan ASI sebanyak 1 sampai 1,5 sendok teh. Jadi jangan kecewa  cairan kolostrum yang diproduksi pada hari pertama paska kelahiran tersebut sudah memenuhi kebutuhan bayi. Yang ketiga puting lecet dan berdarah, Awal-awal menyusu merupakan proses adaptasi baik pada ibu maupun bayi. Bahkan untuk pertama kalinya terjadi  lecet puting dan mengeluarkan darah saat menyusui. Rasa perihnya pun terasa menyayat-nyayat hingga rasanya enggan menyusukan bayi . Namun sebenarnya hal tersebut bisa dihindari bila mengetahui teknik menyusui yang benar (teknik yang benar saat menyusui adalah posisi areola atau bagian yang hitam masuk kedalam mulut bayi dan ini menghindari lecet di puting). Namun apabila sudah terlanjur, tetap lanjutkan untuk memberikan ASI dan setiap selesai memberikan ASI anda bisa merawat luka di puting dengan mengoleskan sisa ASI yang keluar ke puting yang luka. Memang tidak secara langsung akan sembuh, dan biasakan untuk menutup puting jika sudah kering.
Demikian pengalaman yang pernah saya alami semoga bisa menjadi pembelajaran dan tetap semangat menyusui buah hati . bagaimana dengan anda?ayo share disini....semoga tantangan tersebut bukan menjadi hambatan bagi ibu muda untuk tetap memberikan ASI  ekslusif.

Kamis, 17 Januari 2013

ORIFLAME BISNISKU

Kenapa aku milih oriflame bukan bisnis lain? karena bisnis ini bisa dilakukan dimana saja dan kapan saja terserah kita yang menjalankan bahkan mau secara online atau offline pun bisa...selain itu kita juga didukung dengan tim support yang luar biasa....untuk jadi membernya pendaftaran cukup murah hanya Rp 39.900 saja..keuntungan yang kita peroleh  secara langsung yaitu dari penjualan produk belum lagi dapet bonus bulanan dari mulai puluhan ribu  sampai puluhan juta rupiah.
Oiya ada sebuah pertanyaan yang pernah diajukan oleh calon prospekku..yaitu halal ga ya bisnisnya?  jika kita pelajari dari sistemnya Oriflame jelas bukan bisnis Riba (Berbunga) semua keuntungan yang diberikan berasal dari penjualan nyata yang diberikan oleh produsen kepada konsumen.Oriflame juga memberikan keuntungan secara jelas kepada konsultan yang menjalankan bisnis oriflame yaitu dengan diskon langsung yang diperoleh dari direct selling (selisih harga katalog dengan harga konsultan) dan ini bukan bisnis money game.Setiap konsultan diberikan activity report yang berisi laporan tentang pembagian bonus yang jelas dan transparan.Jadi tidak ada yang namanya kezaliman karena eksploitasi upline terhadap downline.Disini siapa yang bekerja keras maka akan mendapat keuntungan yang paling banyak.Dalam sistem plan oriflame telah diatur bagaimana omzet suatu grup berpengaruh pada uplinenya.pada saat leader grup mencapai level tertentu maka putuslah pembagian bonus kepada uplinenya.sebagai jasa upline yang membangun grup tersebut maka diberikan keuntungan lain yang sudah ditentukan persennya. jadi bagi yang masih ragu untuk join bisa dipelajari penjelasan saya diatas.

Senin, 07 Januari 2013

Cerita untuk para suami


Tanpa sengaja membaca status teman di FB...ceritanya sangat mengharukan coba deh baca semoga bagi  laki-laki yang telah menjadi suami/Ayah bisa lebih mencintai istrinya setelah membaca cerita ini...ijin copas ya friend...

Sudah pukul 19.00 malam. Saatnya aku berangkat untuk mengejar pesawat ke jakarta pukul 20.30. Traveling-bag sudah disiapkannya sejak pagi.

“Pergilah,” katanya memandang mataku. “Ini belum waktunya. Kontraksinya bukan di fundus, tetapi di bagian bawah. Mungkin . Sakit biasa.”

Aku pun mengangguk berusaha yakin. Bagaimanapun ia seorang dokter. Dan, ia pun sudah aku bekali dengan alamat, no telp, dan ancar-ancar ke rumah bidan itu. Aku bahkan sudah meninggalkan pesan ke teman sekantor, jika sewaktu-waktu saat itu tiba, ia siap membantu.

Keningnya segera kucium setelah tanganku diciumnya mesra. Dan tas itu sudah kuangkat untuk kugelandang ke pintu depan. Tangannya menyuruhku pergi, tetapi kutahu matanya tidak. Ia bahkan tidak beranjak dari tempatnya karena sakit yang tak terperikan itu. Apakah ini sudah waktunya?Tanya batinku mencari kepastian. Bukankah perkiraannya masih 9-10 hari lagi?

Kulihat kini mata itu basah.

Sedetik kemudian aku putuskan, “Kayaknya lebih baik aku tak jadi pergi.” Begitulah kata-kataku meluncur dan tas kuletakkan kembali.

Ia terkesima. “Nggak papa, ta, Mas?” tanyanya, sembari mengusap sembab matanya. “Aku nggak papa, kok. Kalaupun nanti ke bidan sendiri, aku bisa.”

“Nggak. Aku bisa tunda acara di Jakarta besok.”

Ia memelukku dalam isak.

“Coba kita lihat sampai besok, ” bisikku. “Jika sakit itu mereda, aku bisa ke Jakarta petangnya.”

Ia mengangguk. Aku segera memapahnya berbaring.

Kukontak teman seperjalanan. Dan kukatakan padanya keadaanku. Ia bisa mengerti. Segera aku ke kantor yang hanya 5 menit dari rumah untuk menitipkan data agar diserahkan ke anggota timku di Jakarta.

Belum selesai mengcopy ini-itu, sebuah SMS masuk ke mailbox HP-ku. “Mas, jangan lama-lama, ya?” begitu isinya. Dari isteriku. Secepat kilat kuserahkan data yang belum lengkap itu ke teman seperjalananku. Aku segera balik ke rumah.

Ternyata benar. Tak menunggu menit berlalu, ia sudah mengeluarkan tanda-tanda itu. Kontraksi di bawah perut yang semakin menguat membuatnya nyaris tak kuat berdiri, bahkan beringsut. Sepercik cairan merah atau coklat, aku tak tahu pasti, semakin menambah keyakinan bahwa saatnya telah tiba. Maju dari perkiraan.

Kutelpon temanku yang mau meminjami mobil. Segera aku berbenah. Cepat. Tak ada waktu menunggu. Dua potong jarit, setumpuk popok, stagen, pakaian ganti luar dalam, softtex, minyak but-but, spirulina. Semua kumasukkan asal-asalan dalam tas kuning yang sudah disiapkannya jauh hari.

Mobil pinjaman teman segera datang. Dan ia pun kubawa pergi. Sementara aku mengatakan padanya untuk tenang dan terus bertahan, aku sendiri menyumpah-serapahi mobil-motor di depanku yang tak segera beranjak ketika lampu lalu-lintas sudah kuning berkelip-kelip menuju hijau. Sementara aku katakan padanya sebentar lagi sampai di tempat tujuan, aku sendiri tegang: penginnya ngebut karena tujuan masih jauh, tapi tak mungkin.

Ketika akhirnya sampai di tujuan, hujan turun gerimis dan dia sudah buka 10! Bu Is, bidan kami, segera beraksi. Suntikan, tabung oksigen, selimut, sarung tangan, botol-botol cairan. Lampu-lampu dinyalakan. Celemek dipakaikan. Sementara ia, yang telah menyiapkan tasku sejak pagi, meringis menahan sakit di atas pembaringan. Bu Is menyuntik seraya memegang-megang perut buncitnya. Asistennya menyiapkan ember.

Aku menggenggam tangannya. Aku memegang keningnya. Peluh bercucuran.

Dan kami semua menunggu detik-detik itu.

Tak berapa lama, ia mengejan. Bu Is memberi aba-aba. Aku menggenggam lebih erat tangannya. Ia mengambil napas panjang. Ia mengejan lagi. Suaranya seperti ingin menghentakkan sesuatu yang sangat berat. Wajahnya pias bertaburan keringat. Aku komat-kamit berdoa sambil mengusap titik-titik air yang terus mengalir di seluruh wajahnya.

Ia berhenti sejenak lagi, mengambil napas panjang lagi, dan mengejan lagi! Bu Is memberi aba-aba. Aku pucat. Kudengar kemudian suara seperti karet yang teregang begitu kuat, melewati batas maksimal regangannya. Seperti mau putus. Dan kulihat kepala itu. Perlahan, di sela riuh aba-aba Bu Is, ejanan dan erangan dirinya, dan suaraku sendiri yang menguatkannya untuk terus mendorong. Terus! Dorong! Kini kulihat perlahan leher, lalu punggung, tangan, dan akhirnya kaki keluar
cepat diikuti . byoorrr! Ketuban mengalir laksana air bah. Putih. Bening seperti air beras.

Ia terengah serupa habis mengangkat beban ribuan karung. Terkulai pucat-pasi. Lelah tiada tara. Kemudian terdengar oek-oek memecah malam. Hujan gerimis di luar terdengar jelas menusuki atap genting. “Laki-laki, Mas,” Bu Is memberi kabar seperti angin sejuk mengaliri padang gersang. Isteriku tersenyum, dan sepertinya semua yang dialaminya seketika hilang, tergantikan dengan kegembiraan yang tak tergambarkan. Aku tersenyum padanya. Laki-laki, bisikku padanya mengulang. Ia menggenggam erat tanganku.

“Aku capek sekali, ” katanya.

Tapi kutahu, sinar matanya menyiratkan suka-cita.

Alhamdulillah! Allahu Akbar! Laki-laki, sama denganku. 3,8 kg. Lahir per vaginam. 12 Pebruari 2006 jam 21.00 WIB.

Seketika nyawaku saat itu serasa menjadi rangkap!

***

Persalinan merupakan peristiwa besar penuh misteri. Peristiwa berdarah-darah.

Ia seperti sebuah garis batas yang mengkhawatirkan. Tak jarang mengerikan. Barang siapa melaluinya seperti halnya melewati batas antara hidup dan mati. Ia harus dilakoni bukan oleh seorang pria gagah-perkasa, melainkan seorang wanita dengan segala kelemahannya. Saking beratnya episode ini, Rasul menimbangnya sebagai sama dengan jihad di medan peperangan.

Pernahkah Anda mengalami keadaan ini. Isteri sudah berkontraksi penuh. Bidan lalu memecah ketuban untuk memperlancar persalinan. Tetapi ketika memeriksa, ia seperti berteriak histeris, “Bu, ini bukan kepala! Bayinya sungsang! Saya tidak berani. Tunggu, tahan dulu! Saya akan panggilkan
dokter!”

Ia lalu menelepon dokternya setengah berteriak-teriak seakan-akan seekor anjing galak sudah bersiap menggigit kakinya. Sementara Anda, seorang laki-laki perkasa yang hanya bisa bengong dan tak tahu harus berbuat apa melihat isteri Anda tersiksa begitu rupa. Di saat itulah Anda akan merasakan betapa bayang kematian terasa di depan mata dan Anda betapapun perkasanya seperti tiada berguna. Betapa kekhawatiran akan kehilangan seseorang, detik itu, menghantui diri Anda.

Saya pernah mengalaminya saat kelahiran anak saya kedua.

Ini kali keempat saya mendampingi isteri melewati garis batas itu. Tetapi, rasanya seperti mendampingi proses kelahiran anak yang pertama, kedua, dan ketiga. Selalu saja timbul pertanyaan itu: akankah masih bisa menjumpai senyumnya setelah episode ini?

Melihatnya meringis menahan sakit, menggenggam tangannya ketika mengejan, melihat dengan mata kepala sendiri bagaimana ia mengeluarkan buah hati kami, sungguh merupakan episode yang menggetarkan. Dan, sehabis itu, cinta ini seperti semakin tumbuh. Menjulang. Apakah memang cinta justru akan menemukan titik puncaknya ketika dihadapkan pada situasi antara hidup dan mati? Di saat kemungkinan hidup sama tipisnya dengan kemungkinan tidak menjumpainya lagi?

Karena sebab ini pulalah, saya berupaya untuk selalu mendampinginya pada peristiwa berdarah-darah itu. Melihatnya bergulat maut, membuat saya tidak akan pernah tega melukai hatinya. Apalagi memukulnya. Sungguh, apa yang saya sandang, apa yang saya kerjakan sejak keluar pagi dan
pulang petang untuk mereka yang di rumah, tidaklah sepadan dengan apa yang harus dialami wanita perkasa itu.

Wahai! Betapa benar sabda Rasul SAW bahwa sebaik-baik suami adalah yang terbaik akhlaknya kepada isterinya. Dengan membandingkan pengorbanan pada peristiwa persalinan ini saja, rasanya, Anda, para suami tidak ada apa-apanya jika dibandingkan wanita yang anak-anak Anda memanggil padanya ibu.

Karenanya, mendampinginya bersalin adalah sebuah terapi jiwa, sekaligus episode pembaharuan cinta padanya. Jadi, jika rasanya cinta saya padanya sedikit terdegradasi, barangkali sudah waktunya bagi saya mendampinginya lagi untuk bersalin.

Sepertinya senda-gurau. Tetapi percayalah, ini serius. Dan satu hal yang selayaknya diingat adalah bahwa yang dibutuhkannya pada saat genting itu bukanlah ibu ataupun mertua Anda. Ia hanya membutuhkan genggaman tangan Anda. Jadi, sudahkah Anda melakukannya?

Sumber dari rumahkusekolahku.wordpress